Minggu, 22 Mei 2016

Sekeping Bayangan Wajah Itu



Aku terperangkap dalam ruangan pengap yang hanya bercahayakan dari lubang atap yang menganga.

Aku melihat kilas wajahmu di jendela.

Kemudian menghilang.
Lalu aku sadar, wajah itu hanya hayalan.

Aku tersenyum lalu kembali terdiam.

Tapi sosokmu datang mendekat.

Lalu aku berkata,
“Pergilah”

Kamu tak pergi.
Malah memandangiku dengan senyum seolah mengejek.

Kamu menundukan kepala tepat dihadapanku yang terduduk pasrah.

Seraya berkata,
“Aku sudah pergi dari jauh hari. Sadarlah.”

Kado Pernikahan Untukmu



“Tidak menikah denganmu sama dengan salah satu impian terbesar dalam hidupku hilang.
Tapi aku tidak akan menyesal. Insya Allah”

Sebaris quote yang kubuat di atas adalah gambaran nyata dari apa yang aku rasakan.

Mencintaimu adalah hal terbesar yang pernah aku rasakan.
Ya bagaimana tidak?!
ketika orang lain berpisah karena saling membenci,
Aku bahkan menjadikan cinta sebagai alasan.

Terdengar klise memang.
Terdengar klasik.

Tapi memang begitulah yang terjadi.

Saat itu memang menjadi hari terberat bagiku.
Melepaskan sosok manusia yang bahkan melihatnya saja seakan beban di pundakku hilang.

Katamu “Terimakasih, berkat kau, aku merasa amat sangat dicintai.

Namun kau melanjutkan, “Aku mencintaimu tapi cinta saja tidak cukup”

Dulu aku berfikir kata-kata itu hanya alasanmu saja.
Tapi memang benar.
Dalam menjalani sebuah pernikahan,
(mungkin) cinta saja tidak cukup.

Saat itu aku tak bertanya apa lagi yang kau butuhkan selain cinta.
Ya barangkali aku bisa mencukupi.

Aku tak berani.

Aku tak ingin rendah diri di hadapanmu.

Lalu tibalah aku melihatmu pergi.
Tapi entah mengapa, dadaku terasa lebih lega saat tak bersamamu lagi.
Padahal perasaanku padamu, bahkan Tuhanpun tak meragukan.

Bahkan aku tak mampu membayangkan kau bersanding dengan orang lain.

Namun hari ini tiba..

Menikahlah..
Bahagialah..
Karena saat kau bahagia, saat itulah Tuhan mengabulkan salah satu doaku.

Doa tulusku, kado dariku untukmu.

Tertanda,
-11 Januarimu-