Saya kenal seorang gadis selama berpuluh tahun,
Ia seorang gadis yang ceria dan punya banyak teman.
Semasa remaja keresahannya hanya sebatas cinta.
Ia gadis riang sebelum akhirnya ia meragukan sesuatu.
Bukan, ia bukan meragukan jenis kelaminnya.
Ia hanya meragukan hal yang paling dasar dalam kehidupannya.
Ia sering bertanya, apakah Tuhan menyayanginya sedangkan Tuhan Maha Penyayang.
Lalu ia bertanya, apakah Tuhan pilih-pilih kalau menyayangi hambaNya.
padahal ia tau Tuhan Maha Penyayang.
ia tidak tahu harus bagaimana.
Ia tidak punya tempat bercerita dan berkeluh kesah kecuali pada Tuhannya.
Pertanyaannya terus bergulir hingga apakah Tuhan selama ini "ada" untuk mendengarkan keluhannya?!
padahal ia tau ketika ia meragukan Tuhannya, itu termasuk dosa.
Jadi apakah ia memupuk dosa dari keraguannya akan kecintaan Tuhan padanya?!
Tuhan, tolong maafkan gadis ini.
Tuhan, tolong beri gadis ini petunjuk.
Tuhan tolong bantu gadis ini.
Tolong Bantu saya...
Vita's Daily
Welcome!
Senin, 03 April 2017
Jumat, 04 November 2016
Mencintai sesama, A la Vita :D
Saya punya teman, seorang Nasrani taat. Kami cukup dekat
karena selama SMA kami selalu satu kelas. Bahkan saat kelas 3 kami berdua sebangku.
Perbedaan agama tak membuat kami renggang. Malah, kami
berdua sering saling membantu. Dulu setelah pelajaran pendidikan agama islam,
ada pelajaran lain, kalau tidak salah, bahasa indonesia atau matematika. Ia
tidak mengikuti pelajaran PAI, tapi ia selalu memilih untuk diam di kelas, dan
saya ingat betul, kalau saya lupa tidak mengerjakan PR, ia membantu mengerjakan
PR saya ketika saya sibuk belajar PAI. Hahaha..
Menurut saya, saling menyayangi dan peduli sesama manusia
tidak hanya di lihat apa agamanya.saya percaya Tuhan itu satu hanya kepercayaan
dan cara beribadah serta tempat beribadahnya saja yang berbeda.
Agama bukan penghalang kami untuk berbagi. Kami berdua dulu
sering berbagi makanan, berbagi cerita, berbagi aspirasi. Saya sering bercerita
bagaimana itu puasa, ngaji, dan dia pun sama, ia bercerita bagaimana cara dia
beribadah, dan bagaimana kesibukan ia menjelang natal-karena dia aktif di
gereja.
Tapi tidak ada hasrat dari kami berdua untuk saling
mempengaruhi atau menyela cara beribadah dari masing-masing. Saya suka antar
dia cari guru agamannya. Saya tidak berani ajak dia main saat-saat menjelang
natal atau hari keagamaanya yang lain. Sama dengan saya, dia tidak pernah
berani ajak jalan ketika menjelang lebaran karena tau sibuknya, bahkan dia
tidak berani makan didepan saya ketika saya puasa, padahal menurut saya hal itu
tidak perlu. Dia makan apapun kalau saya emang kuat saya gak akan tergoda, kok.
Kalaupun saya tergoda untuk buka, itu bukan salahnya, tapi salah saya yang
tidak bisa menahan diri.
Ketika saya main ke asrama dia, tidak ada satupun yang
bertanya kenapa ada umat Rosulullah SAW datang ke tempat mereka. Pakai kerudung
pula. Ketika dia datang ke rumah sayapun begitu. Orangtua saya tidak pernah
bertanya kenapa ada seorang penganut agama lain datang ke rumah kami. Saya
datang ke tempatnya, ia beri saya minuman. Dia datang ke rumah saya, kami juga
melakukan hal yang sama. Tidak pernah ada gesekan diantara kami.
Saat pertama kali bertemu seseorang, yang pertama di
tanyakan adalah siapa nama atau lebih jauhnya bertanya dimana tempat tinggal.
Bukan apa agama yang di anut.
Saat sudah saling mengenal, yang membuat kita bertahan
dengan pertemanan adalah seberapa nyaman kita bersamanya, bukan apa agamanya.
Jadi menurut saya, bersama penganut agama apapun kita, kalau
saling menghargai, saling menyayangi, saling peduli, tidak akan bersinggungan.
beda keyakinan boleh, tapi sampai
menyinggung jangan.
Kalau hal itu terjadi, jangan salahkan agamanya karena tidak
ada satu agamapun yang mengajarkan permusuhan dan menyakiti hati sesamanya. Saya
yakin setiap agama mengajarkan hal yang benar, maka jika salah, salahkan
manusia itu sendiri.
Thanks! :*
Saya jatuh cinta pada Surat ini :)
Saya suka sekali dengan Surat Ar-Rahman. Menurut saya, tidak
ada orang yang tidak suka dengan surat ini.
Lebih dari itu, saya jatuh cinta terhadap surat ini.
Surat yang terdiri dari 78
ayat dan 31 kali pengulangan “Fabiayyi alaa i Rabbikuma tukadzdzibaan”
(maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan” mengingatkan saya untuk
selalu bersyukur. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Karena sesulit apapun hidup saya, Allah selalu membantu.
Saya ingat waktu jaman-jaman skripsi. Hampir setiap berdoa
saya selalu menangis karena penelitian saya yang terhambat, sedangkan
teman-teman saya yang lain sudah jalan Bab 3 bahkan Bab penutup. Untuk pertama
kalinya saya sedih bulan Ramadhan datang, karena datangnya bulan Ramadhan
pertanda bahwa saya harus segera menyelesaikan skripsi saya agar bisa sidang di
bulan tersebut.
Ketika teman-teman saya daftar sidang, saya memutuskan untuk
pindah tempat penelitian.
Dan dengan izin Allah, semuanya mudah. Tempat penelitian
saya yang baru malah membantu saya dalam banyak hal. Menyediakan materi yang
saya butuhkan, melakukan penelitian di waktu yang saya kehendaki, sampai
akhirnya penelitian saya selesai dan saya bisa menulis Bab analisa hanya dengan
waktu kurang lebih 2 minggu.
Pertolongan Allah nggak hanya disitu. Dosen yang membantu
saya bukan hanya dosen pembimbing 1 dan 2 saja. Dosen-dosen lain turut
menyumbangkan ilmunya untuk membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir demi
gelar S.Sos.
***
Pada
suatu sore yang cerah, langit bandung berwarna oranye dan biru yang menyatu di
atas sana. Pesan masuk ke handphone saya. Seorang lelaki yang umurnya di atas
saya mengirimi pesan, “tadi di jalan aku denger Surat Ar-Rahman, aku jadi
kangen kamu”
Pesan
singkat namun mampu membuat hati saya melambung ke udara dan tidur di atas awan
yang lembut seperti kapas terus selfie disana karena cahaya matahari bisa bikin
hasil foto lebih cerah. Haha, lebay, ya! Tapi kenyataannya memang begitu.
Ia
tau saya jatuh cinta dengan Surat ini.
Dan
“Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kamu dustakan” nya adalah..
Sebentar
lagi Insya Allah, dengan izin Allah, ia akan mengkhitbah saya. Hehehe.
Allah
menyelamatkan saya dari jatuh cinta yang salah melalui pria ini.
Ia
datang tepat pada saat perasaan saya sedang kalut dan dan bingung pada pria lain karena
merasa di bodohi.
Allah
Maha Baik. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan?
Do not be psycho. You Are Lovable!
Siapa sih yang gak cemburuan. Saya rasa, tiap orang itu
punya hasrat untuk cemburu. Tapi, tiap orang menunjukkan rasa cemburunya dengan
berbeda-beda. Ada yang menyikapinya dengan santai dan sabar. Ada yang senewen
sampai harus tau segala yang pasangan lakukan,sidak hp setiap kali ketemu,
dan apa password social media nya. Itu
pacaran apa mau jadi admin sosial media? bangun tidur harus dia mau tidur harus
dia lagi. Emang pasangan gak ada kerjaan?.
Kalau menurut saya, semakin cemburuan, semakin over posesif
kita terhadap pasangan, malah bikin dia lebih pinter dalam berbohong. Bisa jadi
di belakang kita, dia punya akun sosmed lain yang dia pakek untuk kepoin orang
lain, karena sosmed yang dia pake selalu kita chek (siapa yang dia follow, foto
siapa yang dia like), atau sikap over kita malah bikin pasangan makin terampil,
hapus chatting dengan sekejap mata atau balas chatting dari cewek atau cowok
lain dibalik punggung kita, jari-jarinya seakan terlatih buat melakukan hal
tersebut dengan cepat.
Cemburu boleh. Psycho, jangan.
Saya pernah diskusi dengan dosen mengenai masalah ini.
Katanya, handphone adalah salah satu pemicu masalah dalam setiap hubungan.
Nyatanya, ngecek hp pasangan malah bisa jadi awal mula dari sebuah
pertengkaran.
Misalnya.
Ada lawan jenis dari pasangan ngechatt dia. Kita baca dan
malah kita yang baper. Kita berasumsi bahwa kedekatan keduanya itu lebih dari
sekedar pertemanan.
Nyatanya, tidak. Dia jelasin dari awal sampe akhir kita
tetap gak percaya karena cemburu buta dan akhirnya? Berantem.
Coba kalau handphone dia nggak kita chek. Kita emang nggak
tau isinya apa. Tapi selain cobalah untuk percaya, terkadang kita memang lebih
baik nggak tau.
Kalau emang nggak percaya, ngapain masih mau hidup sama dia?
Apa kita mau hidup sama orang yang bahkan untuk seumur hidup kita, kita gak
bisa percaya sama dia. Atau memang mencari pasangan untuk setiap space dalam
hidupnya, harus diisi oleh kita?
Sist, dude, kita nggak hanya hidup berdua saja dengan
pasangan di muka bumi ini. Bahkan di belahan planet lain, mungkin saja ada
makhluk lain yang hidup walau sampai saat ini persoalan alien masih jadi
kontroversi.
So.. do not be psycho. You are
lovable!
Dan untuk yang di cemburui. Jangan terlalu percaya diri
menganggap bahwa dia amat sangat cinta sampai apa yang kita lakukan itu
segalanya dia harus tau. Itu bukan cinta. Pertanyakan lagi perasaannya, bisa
jadi hanya hasrat ingin memiliki. Hasrat ingin menang dari orang lain karena
nggak mau kamu dimiliki oleh orang selain dirinya.
Thanks! :*
Minggu, 22 Mei 2016
Sekeping Bayangan Wajah Itu
Aku terperangkap dalam ruangan
pengap yang hanya bercahayakan dari lubang atap yang menganga.
Aku melihat kilas wajahmu di
jendela.
Kemudian menghilang.
Lalu aku sadar, wajah itu hanya
hayalan.
Aku tersenyum lalu kembali
terdiam.
Tapi sosokmu datang mendekat.
Lalu aku berkata,
“Pergilah”
Kamu tak pergi.
Malah memandangiku dengan senyum
seolah mengejek.
Kamu menundukan kepala tepat
dihadapanku yang terduduk pasrah.
Seraya berkata,
“Aku sudah pergi dari jauh hari. Sadarlah.”
Kado Pernikahan Untukmu
“Tidak menikah denganmu sama
dengan salah satu impian terbesar dalam hidupku hilang.
Tapi aku tidak akan menyesal. Insya
Allah”
Sebaris quote yang kubuat di atas
adalah gambaran nyata dari apa yang aku rasakan.
Mencintaimu adalah hal terbesar
yang pernah aku rasakan.
Ya bagaimana tidak?!
ketika orang lain berpisah karena saling membenci,
ketika orang lain berpisah karena saling membenci,
Aku bahkan menjadikan cinta
sebagai alasan.
Terdengar klise memang.
Terdengar klasik.
Tapi memang begitulah yang
terjadi.
Saat itu memang menjadi hari
terberat bagiku.
Melepaskan sosok manusia yang
bahkan melihatnya saja seakan beban di pundakku hilang.
Katamu “Terimakasih, berkat kau,
aku merasa amat sangat dicintai.
Namun kau melanjutkan, “Aku
mencintaimu tapi cinta saja tidak cukup”
Dulu aku berfikir kata-kata itu
hanya alasanmu saja.
Tapi memang benar.
Dalam menjalani sebuah
pernikahan,
(mungkin) cinta saja tidak cukup.
Saat itu aku tak bertanya apa lagi
yang kau butuhkan selain cinta.
Ya barangkali aku bisa mencukupi.
Aku tak berani.
Aku tak ingin rendah diri di
hadapanmu.
Lalu tibalah aku melihatmu pergi.
Tapi entah mengapa, dadaku terasa
lebih lega saat tak bersamamu lagi.
Padahal perasaanku padamu, bahkan
Tuhanpun tak meragukan.
Bahkan aku tak mampu membayangkan
kau bersanding dengan orang lain.
Namun hari ini tiba..
Menikahlah..
Bahagialah..
Karena saat kau bahagia, saat
itulah Tuhan mengabulkan salah satu doaku.
Doa tulusku, kado dariku untukmu.
Tertanda,
-11 Januarimu-
Langganan:
Postingan (Atom)