Kamis, 21 Maret 2013

Menunggu


Diantara kalian ada yang nggak pernah menunggu nggak sih?! Kalau kata gue sih nggak mungkin. Tiap orang pasti pernah nunggu (lah.. kalo gitu ngapain nanya?!)

Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia yang gue baca, gue menemukan beberapa pengertian menunggu. Antara lain ; tinggal beberapa saat, tinggal untuk sementara, menantikan sesuatu, dan berharap.

tapi ditulisan gue ini, gue nggak akan menjelaskan hal-hal diatas yang gue sebutkan tadi. Karena guepun nggak ngerti maksudnya apa. Gue ingin berbagi hati tentang menunggu versi gue. Apa itu?!

Buat gue dengan kepribadian nggak sabaran, menunggu adalah hal paling membuat gue benci. Menunggu menurut gue itu ada dua type.

Type pertama adalah menunggu jangka pendek. Menunggu jangka pendek ini sih masih bisa ditolerir, pasalnya, nggak buang-buang waktu amat. Walau juga sering sebel kalo keseringan. Contohnya gini nih, gue sering banget namu kesalah satu temen gue, nah yang bikin gue bete, temen gue ini tiap hidangin jamuan buat gue lama. Bisa berjam-jam, gue baru dikasih minum. Itupun hasil perdebatan yang panjang karena gue menggeliat kehausan. Mungkin karena dia bosen dengan adanya gue, yang paling nggak seminggu sekali nangkring dirumahnya.

Lain halnya dengan ngejamu tamu yang lama, kayak yang temen gue lakuin itu, menunggu seorang keluar dari toilet adalah hal dari menunggu jangka pendek juga yang gue nggak suka. Bukan karena gue bakal menggeliat kehausan, karena itu nggak mungkin, tapi karena gue emang nggak suka. Menurut gue, ritual ke toilet itu adalah ritual sakral yang wajib diutamakan dan paling nggak boleh dipending. Banyak alasannya, alasan pertama dan utama adalah kesehatan. Semua orang tau kalau menahan untuk buang air bisa menyebabkan penyakit.  Setuju?!

Type meunggu yang kedua adalah menunggu jangka panjang.
Beda dengan menunggu jangka pendek, menunggu jangka panjang 
adalah type menunggu yang paling nggak gue suka. Bisa dibilang benci. Karena disinilah gue merasa, kesabaran gue diuji seuji-ujinya, sampai kepangkal-pangkalnya. Contohnya langsung aja : menunggu seseorang.

Namanya sama, menunggu. Tapi menunggu kali ini beda. Ketika menunggu sudah melibatkan hati, menunggu berarti sudah menghancurkan intuisi. Gue nunggu terus, berharap terus. Nunggu lagi, berharap lagi.
Dan gue nggak suka menunggu versi ini, karena gue, mengalaminya.

Gue menunggu seseorang.

Gue mencintai seseorang, tulus dari hati yang paling dalam. Lebih dari apa yang pernah hati gue bagi pada yang siapapun. Sampai gak bisa diungkapin dengan kata-kata apapun. Dengan kalimat apapun.

Seperti pada umumnya pacaran, kita-kita pasti mengalami putus. Siapa sih yang mau hubungungannya berhenti hanya ditengah jalan, bukan dipelaminan?! Apapun itu alasannya, tetap saja, yang namanya putus itu menyakitkan.

Mau masih cinta atau tidak, putus cinta pasti meninggalkan segenap kenangan. Kenangan indah, kenangan romantis, kenangan diusir orangtuanya, dan masih banyak lagi kenangan pahit manis yang dulu pernah dilakukan. Buat yang sudah merelakan apalagi tidak cinta, putus cinta merupakan hal yang sudah biasa, karena hatinyapun sudah biasa-biasa.

Tapi bagi yang masih berharap dan masih ingin bersama?!

Tidak ada yang melarang kita masih berharap bisa kembali bersama mantan, atau seorang yang diharapkan. Karena itu urusan hati, dan kita tau, ketika hati sudah memilih, memutuskan untuk meninggalkannya lagipun kita pasti berfikir berulang-ulang.

Saat kita memutuskan untuk berpisah, dan pergi mencari hidup masing-masing yang baru, tapi perasaan kita masih terpautkan pada orang yang sama, apa sih yang harus kita lakukan?! Inipun yang gue rasain, gue bingung. Hubungan gue sama dia harus berhenti ditengah jalan begitu saja. Karena sebuah alasan yang, ya memang masuk akal. Dan gue relakan dia begitu saja. Gue ikhlas. Paling tidak, gue cinta sama dia, dan gue harus relain orang yang gue cinta untuk hidup baru yang lebih baik. Agar dia dapetin apa yang dia mau, dengan cara yang lebih lancar dan indah. Dan pasti, tanpa gue.

Tapi apakabar hati gue?! Gimana perasaan gue?

Setelah sekian lama gue sendiri, gue putusin buat tetap menunggu dia. Dengan alasan sebuah gue nggak bisa. Gue belum sekses ikhlas. Yak, gue bukan tipe orang yang gampang wara-wiri sana-sini. Setelah gue cinta sama satu orang, susah buat gue tancapkan hati pada orang lain. Cinta menurut gue adalah sesuatu yang sakral. Yang ada ‘ritual’ khusus buat ngedapetinnya. Dan pastinya itu nggak gampang. Jadi, kalau untuk sesuatu yang susah, apa harus gampang buat ganti cinta itu terganti?!

Hari-hari yang gue jalani saat masa-masa nunggu  seperti ini sama seperti hari-hari yang gue jalani sehari-hari. Nggak ada yang istimewa, karena gue istimewain dia, satu. ketika teristimewa pergi, apa yang istimewa lagi dihari-hari gue.

Ini beberapa alasan kenapa gue tetap menunggu dia buat balik dan ada lagi disini selain sebuah keyakinan gue yang masih yakin kita bisa bersama.

1.     Gue bukan orang yang baik. Bukan orang baik disini nggak berarti kriminal dll. maksudnya, gue nggak sebaik dia yang sadar secara agama. Siapaun didunia pasti ingin pasangan yang lebih baik darinya, kan.

2.    Oke, kalau alasan pertama adalah alasan klise, alasan kedua gue adalah, gue suka dia yang pintar! Seorang seksi itu ketika dia memiliki kelebihan pada kepintaranya.

3.    Dia biasa aja. Gue nggak terlalu suka sama orang yang banyak gaya, dan banyak dimacem-macemin. Apalagi karena maksain. Penampilannya yang biasa-biasa aja, itulah daya tariknya untuk gue. Dia beda.

4.    Gue dan dia punya satu kesamaan yang paling bikin gue yakin bakalan susah buat dapetinnya pada pribadi lain. Yaitu, gue dan dia sama-sama memiliki ‘dunia’ yang sempit. Gue sama dia ada diposisi yang sama. Dimana gue lah yang paling deket sama dia. Dan dia juga satu-satunya yang deket sama gue. Kita nggak bisa deket sama pribadi (lawan jenis) lain saat kita masih bersama dulu. Kita ngga bisa buat  bergaul dan berinteraksi dengan pribadi (lawan jenis) lain selain gue ke dia, dan dia ke gue. Sederhana, tapi istimewa.

5.    Ini yang (paling) menyedihkan, sebenarnya. Mungkin yang paling lebay (juga). Selayaknya orang pacaran, pasti memiliki janji masa depan. Entah pada akhirnya akan putus, dan merelakan masing-masing, atau akan terus memegang teguh janjinya sampai akhirnya janji itu tertepati, dihari takdir membahagiakan. yaitu, Gue dan dia pernah sama-sama mengucapkan keinginan hati kita untuk memiliki hidup bersama. Yang akan kita bangun dengan permulaan yang sederhana. Dengan dua orang anak-anak lucu dan pintar kita. Dengan keterbatasan dan kelebihan masing-masing. Gue ingin jadi pendamping dia. Dia yang akan jadi teman hidup gue nanti.Kelabu emang, kalau kita ingat janji-janji, kisah, dan perjalanan yang pernah kita lalui dulu. Masa depan yang sedang dia rancang untuk dibangun, adalah yang terpenting sekarang. Waktu sedang menunggunya untuk membaktikan sebuah kreasi untuk mewarnai semesta. Dan waktu sedang mengejar gue untuk terus mencari hal lain. Mengejar semua ketertinggalan karena keterbatasan perasaan. Mengejar apa yang harusnya gue kejar. Membuat gue belajar. “Setiap orang, menginginkan yang lebih baik darinya. Dan seorang yang lebih, pasti akan mencari yang lebih”. dia pasti kembali ke gue. Karena jika kita mengejar yang lebih. Mau sampai kapan kita marathon dalam hidup. Dia akan lelah, dan gue yang akan setia berikan 'segelas air', dan sesungging senyum. Seraya berkata “Aku yakn waktu seperti ini akan datang juga. Kembali padaku, ya!”

Dengan satu kata sederhana namun menguji iman. Menunggu.

Ya, menguji iman. Ingat, “Sabar sebagian dari iman. Menunggu sebagian dari sabar. Berarti menunggu sebagian dari iman.”

Sekian
Thanks For Reading
@snvita

3 komentar:

  1. Aku pernah menunggu. Menunggu kepastian. Dan itu yang paling membosankan menurutku. Apa yang lebih buruk daripada menunggu kepastian? :)))

    Nice post sist..

    ketikakuberkata.blogspot.com .. maen2 yak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hha iya, menunggu sebuah kepastian bisa bikin kurus lho. soalnya diet fikiran :') sip nanti blogwalking :)

      Hapus
  2. kayak lagunya Ridho Rhoma "Menunggu" ^_^

    BalasHapus